Oleh:
Dede Risnandar
Pendahuluan
Kurangnya pemahaman mengenai budaya luar yang masuk dan bersinggungan dengan budaya kita seringkali mengakibatkan berbagai permasahalan di dalamnya. Penghakiman secara sembarang sangat mungkin terjadi ketika menjelaskan hakikat dari pengertian yang sesungguhnya. Seperti halnya yang terjadi pada pengertian musik Islami yang sering diidentikan dengan tradisi musik Timur Tengah. Masyarakat kita sering terjebak pada pengertian bahwa musik Islami itu adalah musik yang memiliki citarasa dan tangga nada yang digunakan pada tradisi musik Timur Tengah (Arab, Turki, Persia, Mesir).
Jika pengertian di atas dibiarkan terus-menerus terjadi, maka bagaimana halnya untuk menjelaskan peristiwa musik yang sebenarnya jauh dari tradisi musik Timur Tengah akan tetapi penggunaan syairnya menunjukan ketauhidan? Sebagai contohnya, banyak lagu yang kita kenal melalui rekaman audio dan video yang komposisi musiknya disusun menggunakan harmonisasi musik Barat. Akan tetapi syair dari lagu-lagu tersebut memiliki nilai religi keislaman. Sedangkan dunia Barat itu sendiri sering diidentikan dengan Kristen sebagai ajaran agamanya.
Kedua permasalahan di atas merupakan bukti adanya indikasi peran budaya dan aqidah terhadap musik islami dewasa ini. Untuk kasus pertama dapat dikatakan sebagai peranan budaya arab terhadap sajian musiknya. Kemudian untuk kasus yang kedua merupakan pengaruh aqidah yang tercermin dari syair tanpa mempermasalahkan bentuk sajian musiknya.
Tulisan ini diharapkan dapat mempertegas dan menjawab kekeliruan yang terjadi pada pola pikir sebagian masyarakat kita. Walaupun mungkin banyak di antara kita yang sudah paham dan mengerti tentang kekeliruan itu, akan tetapi tidak jarang di antara kita masih memiliki paradigma yang salah. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini mudah-mudahan kita dapat menjawab permasalahan di atas sehingga dapat merumuskan bentuk musik seperti apa yang dapat dikatakan sebagai musik islami.
Pembahasan
Untuk menjawab permasalahan di atas mari kita perhatikan dualisme yang sering bersinggungan dengan fenomena musik islami di Indonesia. Manifestasi Budaya Arab
Jika kita perhatikan secara seksama lantunan adzan yang sering kita dengar pada saat sebelum mengerjakan yang lima waktu ataupun lengkingan qori’ah pada saat tilawah al-Qur’an, keduanya memiliki unsur musikal yang sangat kental. Apa jadinya jika suara adzan tidak direkayasa sedemikian rupa sehingga di dalamnya tidak terdapat unsur musikal seperti tangga nada, tempo dan irama. Mungkin yang terjadi dalam adzan atau tilawah tersebut adalah suara yang datar-datar saja, tanpa adanya indikasi perbedaan frekuensi nada yang digunakan. Akan tetapi hal itu belum penulis jumpai sebelumnya, karena hampir di setiap adzan terdapat fenomena musikal.
Kandungan musikal pada fenomena adzan tersebut pada umumnya memiliki salah satu sistem tangga nada yang sering disebut dengan tangga nada minor jigana yang terdiri dari nada la, si, do, re, mi , fa, dan sel, Nuansa musikal yang dihasilkan dari susunan tangga nada minor jigana ini dapat kita jumpai pula dalam musik tradisi Islam (Arab, Turki, Mesir, Persia).
Sementara itu penyebutan musik arab (Arabic) seringkali juga dipakai untuk penyebutan musik Timur Tengah. Padahal kata yang lebih tepat adalah musik Timur Tengah, karena yang memiliki tradisi musik itu tidak hanya bangsa Arab akan tetapi bangsa tetangganya seperti Turki dan Mesir. Seperti yang dijelaskan oleh Hermawan (2002:193-194):
…bahwa yang dimaksud dengan musik islam Timur Tengah pada dasarnya adalah musik yang bertangga nada musik Timur Tengah ( Arab, Turki, Persia, Pakistan, mesir dan sekitarnya) dengan tema yang beraneka ragam, tidak terbatas hanya pada tema keagamaan.
Tidaklah mengherankan jika kemudian akhirnya banyak masyarakat kita yang berasumsi dan menganalogikan bahwa musik Islam adalah musik yang memiliki tangga nada minor jigana. Walaupun Temanya pun beraneka ragam tidak terbatas pada tema keagamaan. Sehingga kandungan syairnya tidak menginterpretasikan ajaran agama Islam. Hal ini mungkin saja terjadi jika kita menggunakan pendekatan teori semiotika Peirce dengan konsep triadic-nya, yang terdiri dari; ikon, indeks dan simbol (Dimyati, 2005:97). Kemungkinan besar unsur tangga nada minor jigana ini merupakan sebuah simbol dari peristiwa musikal Timur Tengah. Sehingga apapun tema yang disajikan, kita akan menyebutnya musik Islam, karena pada umumnya tangga nada tersebut identik dengan orang Timur Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Seperti halnya jika kita menyebutkan bahwa laras degung adalah simbol dari budaya Sunda.
Hal tersebut di atas pada akhirnya menjadi masalah ketika bermunculan lagu-lagu yang bertemakan tentang keagamaan (Islam) yang menggunakan harmonisasi musik Barat (non-Timur Tengah). Sehingga muncul pertanyaan sejauh mana format untuk menentukan musik Islami itu. Tentu saja terlepas dari pandangan dikotomi halal-haram mengenai hukum musik dalam pandangan Islam, karena yang terpenting adalah bagaimana musik itu dapat bermanfaat sehingga mendekatkan diri kepada sang maha Pencipta.
Manifestasi Aqidah
Secara etimologis, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu a’qdan-ya’qidu-a’qhoda artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan menurut Hasan (2011), aqidah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Dengan kata sederhana bahwa aqidah adalah nilai keimanan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegang oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. Artinya jika perilakunya tidak sesuai dengan hati dianggap sebagai pengingkaran terhadap ajaran Allah. Aqidah ini mengejawantah pada beberapa aspek kehidupan di antaranya ahlak atau perilaku bermusik seseorang. Sehingga munculah nyanyian yang bersumber dari aqidah yang pada praktiknya tidak terlalu mempermasalahkan warna musikal sebagai identitas budaya tertentu, akan tetapi yang terpenting adalah kandungan dari syair nyanyian itu sendiri.
Dapat pula dikatakan bahwa di dalam musik yang bersumber dari pengejawantahan nilai aqidah tidak ada lagi dikotomi antara musik Timur Tengah atau bukan karena yang terepenting adalah bagaimana musik itu merepresentasikan nilai-nilai religi sebagai manifestasi aqidah yang terkandung di dalam syairnya. Tentunya kita tahu zaman Wali sanga, musik dimanfaatkan untuk dakwah. Mereka menciptakan Macapat (puisi jawa yang dilagukan), Dandanggula, Maskumambang, Pangkur, Sinom, Asmaradhana, Termasuk lagu ilir-ilir (ciptaan Sunan Kalijogo), Tak ketinggalan salah seorang guru Sunan Kalijogo yakni Sunan Bonang, yang namanya diabadikan sebagai salah satu nama alat musik gamelan (Bonang).
Kemudian di masa sekarang ini, mulailah warna musik tidak lagi menjadi batasan bagi seseorang untuk berkarya dan memuja Tuhannya, serta seringkali menjadi sarana dakwah yang "halus" yang kadang terselubung. Jenis musiknya mulai gambus, musik Melayu, kasidah dan mulai juga sudah cukup lama, irama dangdut (Rhoma Irama), pop (Bimbo, Novia Kolopaking, Opick dan Maher Zaen), dan Rock (Gigi).
Fenomena di atas senada dengan pernyataan yang dijelaskan oleh Hermawan (2002:193-194):
…Sedangkan yang dimaksud dengan musik Islam di Indonesia pada dasarnya adalah musik yang menggunakan tangga nada beraneka ragam (bergantung pada budayanya masing-masing)dengan hanya satu macam tema, yaitu tema keagamaan islam (keagungan Tuhan , puji-pujian terhadap nabi, nasihat, peringatan, dosa, surga, neraka ,dll). Yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut musik islami (musik yang bersifat keislaman). Jadi dapat disimpulkan bahwa yang menggunakan aneka ragam tangga nada dan bertemakan keagamaan islam.
Sementara itu, berkaitan dengan pernyataan di atas syiar agama Islam melalui musik etnik pun sudah banyak dilakukan dalam berbagai bentuk pertunjukan seperti di antaranya munculnya akulturasi budaya di daerah Cigawir-Garut, dengan munculnya tembang sunda cigawiran, kawih sunda islami Mang koko dan Ath-Thawaf (2002). Hal ini menunjukan bahwa musik islami itu tidak harus identik dengan nuansa musikal yang Arabic, akan tetapi jauh lebih dalam adalah mengenai isi dari syair yang disajikan, sejauh mana tentang nilai ke-Islamannya.
Hal ini senada dengan pendapat Yus Wiradiredja yang dikemukakan oleh Hermawan (2002:193-194):
Hal lain yang menjadi pertimbangan lahirnya kreativitas musik islami Ath-Thawaf adalah keinginan Yus Wiradiredja untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat bahwa Islam tidak identik dengan Arab. Dalam arti bahwa tidak selamanya kalau musik yang bertemakan keagamaan atau musik yang bersifat islami harus diekspresikan dalam bahasa, gramatika, dan idiom-idiom musik Arab.
Nilai musikal yang terkandung pada karya-karya Yus Wiradiredja dalam musik At-Thawaf adalah gabungan antara tiga idiom musik yang terdiri dari: musik Barat, Timur Tengah, dan Sunda. Akan tetapi pada umumnya yang lebih banyak mendapatkan porsi adalah musik Barat dan Sunda. Karena nuansa musikal Timur Tengah hanya terdapat pada frase lagu tertentu dan irama saja. Misalnya irama pada awal lagu "Tahmid", menggunakan irama Timur Tengah yang sudah mendapatkan sentuhan kreativitas sebagai bentuk akulturasi, sehingga cita rasa musikalnya tidak terlalu Timur Tengah.
Sementara itu, nilai-niali islami yang terkandung dalam musik Ath-Thawaf lebih jelas lagi terlihat pada tema dan isi syair lagu-lagunya. Lagu-lagu Ath-Thawaf bertemakan keagamaan (Islam). Sedangkan isinya bermacam-macam, ada yang mengangkat dari rukun iman, rukun islam (pada album "Pancering Hirup); berisi tentang keistimewaan bulan suci Ramadhan; dan syair berisi tentang makna silaturahmi bagi umat manusia.
Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan musik islam Timur Tengah pada dasarnya adalah musik yang bertangga nada musik Timur Tengah ( Arab, Turki, Persia, Pakistan, mesir dan sekitarnya) dengan tema yang beraneka ragam, tidak terbatas hanya pada tema keagamaan. Sedangkan yang dimaksud dengan musik Islam di Indonesia pada dasarnya adalah musik yang menggunakan tangga nada beraneka ragam (bergantung pada budayanya masing-masing) dengan hanya satu macam tema, yaitu tema keagamaan islam (keagungan Tuhan , puji-pujian terhadap nabi, nasihat, peringatan, dosa, surga, neraka ,dll). Yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut musik islami (musik yang bersifat keislaman). Jadi dapat disimpulkan bahwa musik islami adalah musik yang menggunakan aneka ragam tangga nada dan bertemakan keagamaan Islam.
Musik yang pada dasarnya merupakan representasi dari rekayasa bunyi kini sudah banyak berperan sebagai alat untuk menggambarkan karya sastra. Sehingga yang paling dimengerti sebagai komunikasi verbal adalah syairnya, sejauh mana kajian nilai religi di dalamnya. Berbanding terbalik ketika musik islam yang gramatika, idiom-idiom dan harmonisasinya menggunakan musik Timur Tengah, akan tetapi jika syairnya banyak mengandung makna madarat bahkan ke arah maksiat, maka boleh jadi musik tersebut tidak islami.
Saran
Musik sebagai media komunikasi sosial seyogyanya digunakan untuk kemaslahatan umat. Karena pada hakekatnya fungsi musik itu tergantung dari manusia sebagai pemakai kebudayaan itu sendiri.
Jika dilihat dari persfektif akulturasi budaya anatara Islam dengan budaya lokal yang dimiliki oleh tiap etnis sebaiknya kekuatan dua idiom kultural dari masing-masing genre musikal itu dapat terefleksikan, sehingga keduanya saling mendukung menjadi satu kesatuan yang utuh. Akan tetapi yang lebih penting adalah sejauh mana isi dari pesan verbal yang terkandung di dalamnya.
Daftar Pustaka
Dimyati, Ipit S
2005 "Membaca Kebudayaan Sebagai Tanda". Jurnal Panggung. Bandung: STSI Press.
Hermawan, Deni
2002 "Musik Islami: Keserasian Antara Tema Verbal dan Ekspresi Musikal". Dalam Deni Hermawan, Etnomusikologi: Beberapa Permaslahan dalam Musik Sunda. Bandung: STSI Press.
Hasan, M
Komentar
Posting Komentar